Rabu, 09 November 2011

LAPORAN PRAKTIKUM PEMULIAAN TANAMAN Heretabilitas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang besarnya keragaman genotipe dalam suatu populasi merupakan modal penting dalam program pemuliaan tanaman, karena keragaman genotipe mencerminkan besarnya potensi dan kecepatan dari populasi tersebut untuk menerima perbaikan. Populasi dengan keragaman genotipe rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogen sehingga seleksi untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya kergaman genotipe suatu populasi perlu diketahui komponen-komponen yng menyusun keragaan individu tanaman penyusun populasi.
Persilangan akan mengakibatkan timbulnya populasi keturunan yang bersegregasi. Adanya segregasi ini berarti ada perbedaan genetik pada populasi, sehingga merupakan bahan seleksi, guna meningkatkan sifat. Generasi keturunan yang bersegresi dapat berbeda karena perbedaan macam persilangan.
Keragaman yang dapat diamati pada suatu individu tanaman merupakan perwujudan dari faktor genetis yang menjadi ciri bawaan dari tanaman tersebut (genotipe) dan faktor lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Secara sederhana hubungan tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut :
P = G + E
Dimana P adalah keragaman yangdapat diamati (fenotipe), G adalah ciri genetis tanaman (genotipe) dan Enviroment adalah lingkungan. Oleh karena hanya P yang dapat diukur secara langsung maka untuk mengetahui besarnya G dan Enviroment diperlukan penguraian. Penguraian fenotipe menjadi komponen G dan Enviroment tidak mungkin dilakukan berdasarkan pengamatan langsung individu tanaman, karena G maupun Enviroment tidak dapat diamati secara langsung. Karena itu penguraian perlu dilakukan berdasarkan populasi tanaman dan hubungan diatas menjadi :
2 P = 2 G + 2 E
Teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman atau tujuan diatas adalah teknik analisis varians yang diikuti dengan penguraian komponen varians. Berdasarkan analisis varians tersebut dapat diketahui besar dan kebermaknaan genotipe, namun belum diketahui besarnya sumbangan keragaman genotipe tersebut terhadap keragaman fenotipenya. Oleh karena itu, ada satu parameter genetis yang masih perlu ditaksir, yaitu heretabilitas ( h2 ) atau daya waris (dalam hal ini adalah heretabilitas dalam arti luas).
Heretabilitas merupakan nilai relatif yang menunjukkan besarnya sumbangan keragaman genotipe dan dapat dinyatakan sebagai berikut :

nilai h2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan dan memiliki nilai antara 0 dan 1, jika h2 = 1 berarti bahwa keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika h2 = 0 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam. Kriteria heretabilitas : 0 – 20 (rendah) ; 20 – 50 (sedang) ; >50 (tinggi).

1.2 TUJUAN
 Mempelajari cara penafsiran besarnya keragaman genotipe dan heretabilitas arti luas dari sifat-sifat tanaman.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ekspresi fenotip suatu karakter pada dasarnya merupakan resultante pengaruh factor genetic dan simpangan yang diakibatkan oleh factor lingkungan serta interaksi antara kedua factor tersebut. Oleh karena peran gen dalam menendalikan penampilan suatu karakter dapat dibedakan atas tiga macam yaitu:
 Ragam adiftif (V2g)
 Ragam yang disebabkan simpangan dominant dari pola aditif (V2d)
 Ragam yang disebabkan simpangan epistasi dari pola aditif (V2v)
(Nasir, 2001)
Keragaman yang dapat diamati pada suatu individu tanaman merupakan perwujudan dari faktor genetis yang menjadi ciri bawaan dari tanaman tersebut (genotipe) dan faktor lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Secara sederhana hubungan tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut :
P = G + E
Dimana P adalah keragaman yangdapat diamati (fenotipe), G adalah ciri genetis tanaman (genotipe) dan Enviroment adalah lingkungan. Oleh karena hanya P yang dapat diukur secara langsung maka untuk mengetahui besarnya G dan Enviroment diperlukan penguraian. Penguraian fenotipe menjadi komponen G dan Enviroment tidak mungkin dilakukan berdasarkan pengamatan langsung individu tanaman, karena G maupun Enviroment tidak dapat diamati secara langsung. Karena itu penguraian perlu dilakukan berdasarkan populasi tanaman dan hubungan diatas menjadi :
2 P = 2 G + 2 E
dimana 2 P adalah keragaman fenotipe, 2 G adalah keragaman genotipe dan 2 E adalah keragaman lingkungan. Jika populasi tanaman tersebut ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang homogen, maka pengaruh lingkungan akan sama pada seluruh anggota populasi. Dengan demikian jika terdapat keragaman dalam populasi maka keragaman tersebut jelas karena perbedaan ciri genetis dari anggota penyusun populasi. Dengan kata lain jika 2 E = 0 maka 2 P = 2 G. (Anonym, 2008)
Besar kecilnya nilai pemuliaan ini erat hubungannya dengan kemampuan tanaman untuk perbaikan sifat melalui seleksi tanaman itu serta tanaman keturunan generasi selanjutnya. Bila pada populasi diketahui adanya pengaruh genotip yang berbeda diantara tanaman maka akan merupakan bahan yang baik pada program seleksi. Makin tinggi perbedaan nilai genotip berarti seleksi akan makin efektif sedangkan pengaruh lingkungan mempunyai arti terutama pada kepentingan praktis.
Untuk dapat menaksir peran genotipa dan lingkungan ini dapat dihitung melalui keragaman fenotipa pada suatu populasi. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka keragaman fenotipa merupakan jumlah dari keragaman yang disebabkan genotipa dan keragaman yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan.Oleh karena yang ingin diketahui terutama tentang pengaruh genotipa maka yang perlu dihitung hanya ratio keragaman genotip terhadap keragaman fenotip.
Heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetic terhadap besaran total ragam genetic ditambah dengan ragam lingkungan. Heritabilitas dalam arti luas yaitu memperhatikan keragaman genetic total dalam kaitannya dengan keragaman fenotip. Heritabilaitas dalam arti sempit yaitu merupakan yang menjadi focus perhatian adalah keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif yang merupakan bagian dari keragaman genetic total.nilai heritabilitas tergantung kepada unit referensi yang digunakan. Biasanya dalam pemuliaan tanaman unit referensi yang digunakan dapat berupa individu tanaman, satu petakan tunggal, petak berulang dalam lingkungan tunggal. (Basuki, 1995)
Heretabilitas yang disebutkan terdahulu dapat dikatakan mempunyai arti luas, karena mempelajari keragaman genotipa yang berarti pengaruh semua gen dilibatkan secara bersama-sama. Sedang dalam meningkatkan sifat tanaman sering ingin diketahui adanya kegiatan gen-gen tertentu yang mempengaruhi perbaikan sifat yang diinginkan. Pada suatu persilangan dengan adanya penyatuan gen dari tetua yang berbeda, timbul suatu interaksi antara gen itu sehingga memberikan nilai tambah pada sifat yang dikendalikannya. Nilai tambah inilah yang penting artinya dalam memperbaiki sifat yang dimaksud.
Hubungan Heretabilitas dengan penentuan metode seleksi yang akan diterapkan dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Bila nilai heritabilitas tinggi, maka metode seleksi yang paling tepat digunakan adalah metode seleksi masssa, sebaliknya bila rendah digunakan metode silsilah.
 Bila ragam epistasi tinggi, maka metode yang tepat adalah metode seleksi di antara famili dan pemuliaan galur.
 Bila peran gen dominant lebih menonjol maka program pemuliaan diarahkan untuk pembuatan galur silang-dalam untuk membentuk hibrida.
 Bila ragam interaksi genetic dan lingkungan, maka program pemulia diarahkan untuk mendapatkan varietas yang sesuai dengan wilayah ekologis tertentu.
 Heritabilitas dalam arti sempit dapat digunakan untuk menduga kemajuan genetic harapan akibat seleksi.
(Basuki, 1995)



















BAB III
METODELOGI

3.1 Bahan dan Alat
Bahan : Benih kedelai 10 genotipe, pupuk kandang, Urea, TSP,KCL,Furadan 3G, Thiodan.
Alat : tali rafia, meteran, cangkul, tugal, koret, gembor, label.

3.2 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman sampel untuk sifat-sifat berikut kecuali umur bunga:
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman tertinggi.
2. umur berbunga (hari), diamati setelah satu bunga muncul dibatang utama, dan dihitung umur sejak tanam hingga 50% dari tiap petak sudah berbunga.
3. jumlah cabang primer, dihitung sebagai jumlah cabang yang terdapat pada batang utama, termasuk cabang dengan satu buku.
4. jumlah buku subur (buku yang menghasilkan polong), semua buku yang menghasilkan polong, baik pada batang utama maupun pada cabang.
5. jumlah dan bobot polong pertanaman (gr), diukur dalam bentuk polong basah setelah panen.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN
Tinggi Tanaman
Perlakuan Ulangan Yi.
1 2 3 4
G1 35 30 40 35 140
G2 23 35 40 45 143
G3 35 30 40 35 140
G4 32 32 22 35 121
G5 30 25 29 35 119
Blok 155 152 171 185 663
FK = 21978,45

JK total = (352 + 302 + … + 352) – 21978,45
= 178,95

JK Genotip =
= 134,27

JK Blok =
= 140,55

JK Galat = JK total – JK Genotipe – JK Blok
= 373,73

Tabel anava
SK db JK KT NHKT
Blok 3 140,55 46,85 2 + g 2B
Genotipe 4 134,27 33,5675 2 + r 2G
Galat 12 373,73 31,144 2
Total 19 178,95

2 E = 31,144
2 G =
= 0,605

2 P = 2 G + 2 E = 32,045

Heritabilitas
H =
= 1,8879%
Dapat diklasifikasikan dalam kategori kecil

Jumlah Cabang Primer
Perlakuan Ulangan Yi.
1 2 3 4
G1 6 2 8 3 19
G2 9 3 13 5 30
G3 7 12 5 6 30
G4 2 5 6 5 18
G5 4 3 8 9 24
Blok 28 25 40 28 121
FK = 732,05

JK total = (62 + 22 + … + 92) – 732,05
= 178,95

JK Genotip =
= 33,2

JK Blok =
= 26,55

JK Galat = JK total – JK Genotipe – JK Blok
= 119,2

Tabel anava
SK db JK KT NHKT
Blok 3 26,55 8,85 2 + g 2B
Genotipe 4 33,2 8,3 2 + r 2G
Galat 12 119,2 6,273 2
Total 19 178,95

2 E = 6,273

2 G =
= 0,50675

2 P = 2 G + 2 E = 6,77975

Heritabilitas
H =
= 0,837%

Dapat diklasifikasikan dalam kategori kecil

Umur Bunga
Perlakuan Ulangan Yi.
1 2 3 4
G1 40 30 45 40 155
G2 36 37 44 40 157
G3 30 40 43 41 154
G4 50 41 40 45 176
G5 40 43 46 40 169
Blok 196 191 218 206 811
FK = 32886,05

JK total = (402 + 302 + … + 402) – 32886,05
= 440,95

JK Genotip =
= 95,7

JK Blok =
= 85,35
JK Galat = JK total – JK Genotipe – JK Blok
= 259,9

Tabel anava
SK db JK KT NHKT
Blok 3 85,35 28,45 2 + g 2B
Genotipe 4 95,7 23,925 2 + r 2G
Galat 12 259,9 21,658 2
Total 19 440,95

2 E = 21,658

2 G =
= 0,56675

2 P = 2 G + 2 E = 22,224

Heritabilitas
H =
= 2,5501%

Dapat diklasifikasikan dalam kategori kecil

Jumlah Buku Subur
Perlakuan Ulangan Yi.
1 2 3 4
G1 12 11 9 7 39
G2 16 18 19 16 69
G3 24 21 20 13 78
G4 17 10 16 11 54
G5 15 12 14 19 60
Blok 84 72 78 66 300
FK = 4500

JK total = (122 + 112 + … + 192) – 4500
= 370

JK Genotip =
= 220,5

JK Blok =
= 36,0

JK Galat = JK total – JK Genotipe – JK Blok
= 113,5

Tabel anava
SK db JK KT NHKT
Blok 3 36,0 12,0 2 + g 2B
Genotipe 4 220,5 55,125 2 + r 2G
Galat 12 113,5 9,4583 2
Total 19 370

2 E = 9,4583

2 G =
= 11,416

2 P = 2 G + 2 E = 20,8743

Heritabilitas
H =
= 54,6892%

Dapat diklasifikasikan dalam kategori sedang

Jumlah Polong
Perlakuan Ulangan Yi.
1 2 3 4
G1 45 59 29 21 154
G2 15 19 38 59 131
G3 50 81 46 20 197
G4 12 18 42 26 98
G5 35 22 24 32 113
Blok 157 199 179 158 693
FK = 24012,45

JK total = (122 + 112 + … + 192) – 24012,45
= 6080,55

JK Genotip =
= 1502,3

JK Blok =
= 238,55

JK Galat = JK total – JK Genotipe – JK Blok
= 4339,7

Tabel anava
SK db JK KT NHKT
Blok 3 238,55 76,85 2 + g 2B
Genotipe 4 1502,3 375,575 2 + r 2G
Galat 12 4339,7 361,641 2
Total 19 6080,55

2 E = 361,641

2 G =
= 3,4835

2 P = 2 G + 2 E = 365,1245

Heritabilitas
H =
= 0,0954%

Dapat diklasifikasikan dalam kategori sangat kecil


Berat Polong

Perlakuan Ulangan Yi.
1 2 3 4
G1 22.5 26 12 11 71.5
G2 9 10 19 27 65
G3 24.5 37 24 9.5 95
G4 8.5 9 21 14 52.5
G5 16 12 10 16 54
Blok 80.5 94 86 77.5 338
FK = 5712,2

JK total = (122 + 112 + … + 192) – 5712,2
= 1187,8

JK Genotip =
= 296,425

JK Blok =
= 31,5

JK Galat = JK total – JK Genotipe – JK Blok
= 859,875

Tabel anava
SK db JK KT NHKT
Blok 3 31,5 10,5 2 + g 2B
Genotipe 4 296,425 74,106 2 + r 2G
Galat 12 859,875 71,656 2
Total 19 1187,8

2 E = 71,656

2 G =
= 0,6124

2 P = 2 G + 2 E = 72,2684



Heritabilitas
H =
= 0,8473%
Dapat diklasifikasikan dalam kategori rendah

4.2 PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan kami memperoleh data tentang tinggi, jumalh cabang primer, umur bunga, jumlah buku subur, jumlah polong, dan berat polong. Heretabilitas disini digunakan untuk mengetahui apakah pada sesuatu populasi terdapat keragaman genetik atau tidak. Heretabilitas juga digunakan sebagai langkah awal pada pekerjaan seleksi terhadap populasi yang bersegregasi. Populsi dengan heretabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya dengan heretabilitas rendah masih harus dinilai tingkat rendahya ini, yaitu bila terlalu rendah, hampir mendekati 0, berarti tidak akan banyak berarti pekerjaan seleksi tersebut.
Pada pengamatan tinggi tanaman, σ2G (keragaman genotif) sebesar 0,605. keadaan tersebut sangat kecil pengaruh kegenetiknya atau hampir tidak ada keragaman genetiknya/pengaruh genetik. Untuk h2 memiliki nilai 1,8879% yang berarti termasuk dalam criteria rendah. H2 = 0,08879 berarti keragaman fenotiopnya seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang memang beragam.
Pada pengamatan jumlah cabang primer, σ2G (keragaman genotif) sebesar 0,50675. Keadaan tersebut sangat kecil pengaruh kegenetiknya atau hampir tidak ada keragaman genetiknya/pengaruh genetik. Untuk h2 memiliki nilai 0,837% yang berarti termasuk dalam criteria rendah. H2 = 0,00837 berarti keragaman fenotiopnya seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang memang beragam. Dan pengruh lingkung disini sangt besar pada kenampakan fenitip.
Pada pengamatan umur bunga, σ2G (keragaman genotif) sebesar 0,6675. keadaan tersebut sangat kecil pengaruh kegenetiknya atau hampir tidak ada keragaman genetiknya/pengaruh genetik. Untuk h2 memiliki nilai 2.5501% yang berarti termasuk dalam criteria rendah. H2 = 0,025501 berarti keragaman fenotiopnya seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang memang beragam.
Pada pengamatan jumlah buku subur, σ2G (keragaman genotif) sebesar 11,41 yang menunjukkan adanya pengaruh genetic, karena σ2G > σ2E . Untuk h2 memiliki nilai 54,6892% yang berarti termasuk dalam criteria tinggi. Berarti keragaman fenotiopnya hampir selurunya timbul karena adanya perbedaan genetic.
Pada pengamatan jumlah polong, σ2G sebesar 3,4835. Keadaan tersebut sangat kecil pengaruh kegenetiknya atau hampir tidak ada keragaman genetiknya/pengaruh genetik. Untuk h2 memiliki nilai 2.5501% yang berarti termasuk dalam criteria rendah. H2 = 0,0954% berarti keragaman fenotiopnya seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang memang beragam.
Pada pengamatan berat polong, σ2G sebesar 0,6124. Keadaan tersebut sangat kecil pengaruh kegenetiknya atau hampir tidak ada keragaman genetiknya/pengaruh genetik. Untuk h2 memiliki nilai 0,8473% yang berarti termasuk dalam criteria rendah, berarti keragaman fenotiopnya seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang memang beragam. Dan sangat besar pengaruh lingkungan.
Dari hasil perhitunga yang dilakukan, dapat kita ketahui bahwa hampir semua criteria yang dinilai itu dipengaruhi oleh lingkungan yang memang beragam (pengaruh lingkungan yang besar), selain jumlah buku subur yang pengaruh keragaman genotifnya tinggi.
Berdasarkan penelitian–penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa sifat kuantitatif umumnya cenderung mempunyai heretabilitas tinggi, sebaliknya sifat kuantitatif mempunyai heretabilitas rendah. (Soemardjo, Poespodarsono. 1988). Hal ini dapat dimengerti berdasarkan uraian terdahulu bahwa sifat kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana, sehingga penampakkan sifat tidak terlalu dikaburkan oleh lingkungan. Bila terdapat keragaman sifat kualitatif pada suatu populasi terpancar pula keragaman genetik untuk sifat itu. Oleh karena heretabilitas berkaitan dengan keragaman genetik populasi, maka analisis ini lebih banyak mempunyai arti pada tanaman menyerbuk silang yang hampir selalu berbeda genotipenya diantara tanaman.
Data tinggi tanaman dapat dilihat analisisnya bahwa nilai heretabilitasnya rendah sedangkan untuk data jumlah cabang hasil analisis menunjukkan nilai heretabilitas yang lebih besar di bandingkan dengan tinggi tanaman, jumlah cabang ini masuk pada kategori heretabilitas yang sedang.
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
 Heretabilitas digunakan untuk mengetahui apakah pada sesuatu populasi terdapat keragaman genetik atau tidak.
 Sifat kuantitatif umumnya cenderung mempunyai heretabilitas tinggi, sebaliknya sifat kuantitatif mempunyai heretabilitas rendah.
 Dari hasil perhitungan yang dilakukan, dapat kita ketahuai bahwa hampir semua criteria yang dinilai itu dipengaruhi oleh lingkungan yang memang beragam (pengaruh lingkungan yang besar), selain jumlah buku subur yang pengaruh keragaman genotifnya tinggi.
 Nilai h2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan dan memiliki nilai antara 0 dan 1, jika h2 = 1 berarti bahwa keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika h2 = 0 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam. Kriteria heretabilitas : 0 – 20 (rendah) ; 20 – 50 (sedang) ; >50 (tinggi).
 Populsi dengan heretabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya dengan heretabilitas rendah masih harus dinilai tingkat rendahya ini, yaitu bila terlalu rendah, hampir mendekati 0, berarti tidak akan banyak berarti pekerjaan seleksi tersebut.









DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W, 1995. Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.

Anonim. 2004. Bahan Ajar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Anonim. 2008. Penuntun Praktikum Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Poespodarsono, Soemardjo. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Subag Sistem Informasi BAAKPSI UM, 2005. Tanggal download 16 April 2008.

Welsh, James R dan Mogea, Johanis P. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Erlangga.

1 comments:

  1. 2 G =
    = 0,605, ini dari mana datangnya, tolong kasi taw caranya y...atau cara mencari ragam genotipny??saya g ngerti..

    BalasHapus