Home » Unlabelled » LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KOSERVASI TANAH DAN AIR ACARA : Ke 1 PENGUKURAN EROSI DI BAWAH VEGETASI PENUTUP TANAH
Selasa, 05 Februari 2013
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KOSERVASI TANAH DAN AIR ACARA : Ke 1 PENGUKURAN EROSI DI BAWAH VEGETASI PENUTUP TANAH
ACARA : Ke 1
PENGUKURAN EROSI DI BAWAH VEGETASI PENUTUP TANAH
I. PENDAHULUAN
Pengukuran erosi di bawah vegetasi penutup tanah merupakan suatu metode untuk mengetahui kehilangan tanah akibat erosi yang terjadi pada suatu lapisan permukaan tanah yang tertupup oleh vegetasi penutup tanah.
Vegetasi merupakan suatu jenis tumbuhan atau komunitas dari beberapa jenis tumbuhan yang menutupi permukaan tanah. Sebutan vegetasi berasal dari tumbuhan sejenis yang dominan menutupi permukaan tanah, misalnya vegetasi alang-alang, rumput, dan sebagainya. Sebutan lain vegetasi dapat juga berasal dari komunitas tumbuhan dari habitat dan ciri khas tertentu, misalnya vegetasi semak belukar merupakan komunitas tumbuhan yang bertajuk pendekdengan ketinggian sekitar 0,5-2,5m. vegetasi hutan sekunder merupakan komunitas tumbuhan pohon dengan lingkaran batang kecil sampai sedang, ketinggian sekitar 2,5-3,5 meter, vegetasi hutan merupakan komunitas tumbuhan pohon dengan lingkaran batang sedng sampai besar dengan ketinggian >3,5 m. tanah bera atau tanah gundul merupakan tanah yang sama sekali tidak ditumbuhi oleh vegetasi. Sisa-sisa tumbuhan berupa daun, dahan, ranting dan sebagainya disebut seresah atau mulsa.
Beberapa tipe vegetasi dapat terjadi secara alami karena pengaruh iklim dan letak geografi suatu wilayah, misalnya steppa merupakanbelukar jarang di daerah iklim kering, savana merupakan vegetasi belukar rumput jarangdi daerah iklim dingin. Hutan rimba, vegetasi di daerah tropis basah, semak belukar di daerah tropika. Tetapi ada beberapa jenis vegetasi yang terjadi karena pengaruh perbuatan manusia, misalnya vegetasi semak belukar, vegetasi alang-alang terjadi akibat lading berpindah-pindah dan pembakaran hutan setiap tahun.
Baik vegetasi maupun tanaman mempunyai pengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan, sebaliknya intensitas erosi dan aliran permukaan akan dipengaruhi oleh tipe vegetasi. Malahan orang sering menggunakan tipe vegetasi sebagai indicator terhadap besarnya erosi yang terjadi pada suatu lahan, misalnya lahan dengan vegetasi hutan dan padang rumput yang rapat mencerminkan erosi paling rendah bahkan erosi mendekati nol, semak belukar yang jarang indicator intensitas erosi lebih besar dari pada hutan sekunder, erosi di hutan sekunder lebih besar dari pada hutan primer. Tanah ber atau tanah gundul memberikan tingkat erosi yang paling besar.
II. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui dan menduga terjadinya erosi pada suatu lahan yang ditutupi oleh berbagai tipe vegetasi.
2. Mengetahui kehilangan tanah akibat erosi pada berbagai tipe vegetasi
3. Membandingkan erosi yang terjadi dari setiap vegetasi
III. BAHAN DAN ALAT
Bor belgia
Meteran
Munsen soil colour chart
Cangkul
Ring sampel
Pisau lapang
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pengukuran kemiringan lereng dengan alat tipe A
1. Merancang alat tipe A
2 potong bamboo diikat longgar pada dua ujungnya dengan benang. Kira-kira di bagian tengah kedua bamboo dipasang sebuah kayu penyangga melintang, di tengah-tengah kayu melintang ini dipasang sebuah kayu kecil tegak lurus. Tepat di perpotongan kayu dipasang benang benang gandul. Konstruksi alat seperti terlihat pada gambar 1.1
2. Pengukuran kemiringan lereng
a. Menegakkan salah satu bagian kaki di titik A di bagian bawah lereng dan kaki yang lain di titik B di bagian atas lereng sehingga A-B membentuk garis yang searah dengan kemiringan lereng. Alat harus dipegang atau dipasang kayu penyangga agar tidak tumbang
b. Memperhatikan alat pengukur kemiringan lereng tipe A seperti segitiga ABC (GAmbar 1.1). DF adalah benang gandul. Mengukur jarak E ke F1 di benang gandul misalnya a cm dan DE= b cm (DEF1 adalah segitiga siku-siku dengan sudut siku-siku di titik E). F1DE adalah sudut kemiringan lereng yang dapat dicari dengan rumus tg F1DE x 100% =a/b. 100% dengan menggunakan kalkulator sudut F1DE dapat dihitung. Melakukan pengukuran kemiringan lereng pada tempat dan kemiringan yang berbeda sebanyak 5 kali dan memasukkan datanya pada lembar kerja 1.
B. Pengukuran kemiringan lereng dengan menggunakan abney level
Prosedur kerjanya, yaitu :
1. Memperhatikan Gambar 2.1
2. Member tanda garis pada patok kayu setinggi mata si pengamat.
3. Menegakkan patok tersebut pada poin 1 sejauh kurang lebih 30 m dari si pengamat.
4. Lewat celah pada alat, si pengamat membidik kearah pancang yang sedang berdiri menegakken dan menggerakan alat naik-turun sehingga kelihatan gelembung nivo yang sedang bergerak
5. Menempatkan gelembung nivo ke tengah-tengah tabung kaca tepat berimpit dengan tanda garis pada pancang. Amati angka pada skala yang ditunjukkan oleh jarum skala kemiringan lereng, lalu catat pada lembar kerja 1
6. Melakukan pengukuran kemiringan lereng pada tempat dan kemiringan lereng yang berbeda sebanyak 5 kali dan mencatat angkanya pada lembar kerja 1
V. HASIL PENGAMATAN
Tabel Kerja 1
No. Alat Pengukuran ke Jarak Sudut Lereng
E-F1= a(cm) D-E=b(cm) TgF1DE.100% =a/b.100% (O) (%)
1. Alat Tipe A 1 3,5 12,5 28% 15,64
2 1,3 12,5 10,4% 6
3 4,4 12,5 35,2% 19,4
4 1,5 12,5 12% 6,64
5 3,3 12,5 26,4 14,78
2. Abney Level 1 10 17,63
2 7 12,27
3 7 12,27
4 7 12,27
5 8 14,05
VI. PEMBAHASAN
Dari pengamatan terhadap kegiatan yang praktikan lakukan, didapatlah hasil seperti yang tertera pada tabel kerja 1, dimana dilakukan pengamatan terhadap kemiringan yang berbeda pada areal yang terdapat di depan laboratorium ilmu tanah dengan menggunakan dua buah alat yaitu Alat Tipe A dan Abney Level.
Pada cara pengerjaan memang disebutkan cara membuat Alat tipe A, tetapi pada pelaksanaannya alat tersebut sudah tersedia dengan baik sehingga praktikan bisa langsung menggunakannya, namun praktikan masih belum begitu mengetahui cara pembuatannya jika hanya dengan membaca cara kerja yang tertulis pada buku penuntun praktikum, alangkah lebih baiknya jika pembuatan alat tersebut juga dipraktekkan sehingga menambah pengalaman atau ilmu bagi praktikan.
Pada pengamatan dengan menggunakan Alat Tipe A, pada pengukuran pertama didapatlah garis a sebesar 3,5 cm dengan mengukur jarak antara E ke F1 atau dari titik pusat gandulan menuju sudut simpangan dari tali. Lalu nilai b didapatkan dari panjang D ke E yaitu sebesar 12,5. Lalu dihitiung TgF1DE.100% =a/b.100% sehingga di dapatkan nilai 28% untuk kemiringan lereng dan jika diasumsikan dalam derajad (O) maka kemiringan lereng tersebut adalah 15,64O. Pada pengukuran kedua dengan tempat yang berbeda tentunya, didapatlah garis a sebesar 1,3 cm lalu nilai b sebesar 12,5setelah itu dihitung TgF1DE.100% =a/b.100% sehingga di dapatkan nilai 10,4% untuk kemiringan lereng dan jika diasumsikan dalam derajad (O) maka kemiringan lereng tersebut adalah 6O. Pada pengukuran ketiga dengan tempat yang berbeda juga tentunya, didapatlah garis a sebesar 4,4 cm lalu nilai b sebesar 12,5setelah itu dihitung TgF1DE.100% =a/b.100% sehingga di dapatkan nilai 35,2% untuk kemiringan lereng dan jika diasumsikan dalam derajad (O) maka kemiringan lereng tersebut adalah 19,4O. Pada pengukuran keempat dengan tempat yang berbeda lagi, didapatlah garis a sebesar 1,5 cm lalu nilai b sebesar 12,5 setelah itu dihitung TgF1DE.100% =a/b.100% sehingga di dapatkan nilai 12% untuk kemiringan lereng dan jika diasumsikan dalam derajad (O) maka kemiringan lereng tersebut adalah 6,64O. Pada pengukuran kelima dengan tempat yang berbeda, didapatlah garis a sebesar 3,3 cm lalu nilai b sebesar 12,5setelah itu dihitung TgF1DE.100% =a/b.100% sehingga di dapatkan nilai 26,4% untuk kemiringan lereng dan jika diasumsikan dalam derajad (O) maka kemiringan lereng tersebut adalah 14,78O.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar nilai a atau jarak dai E ke F1 maka sudut yang dihasilkan akan semakin besar juga. Jika dibandingkan dengan hasil pengamatan dari kelompok lainpun, praktikan kira hasilnya juga akan berbeda-beda tergantung dari mana menilai kelerengan tersebut dan dimana tempat pengukuran kelerengan atau kemiringan lereng.
Pada penggunaan alat Abney level dirasa cukup mudah dalam penggunaanya, dan juga cukup praktis, karena praktikan membidikkan abney level tersebut ke objek yang tingginya kira-kira sama dengan mata praktikan, lalu melihat gelembung nivo yang terdapat pada abney level dan diusahakan gelembung tersebut menuju ke tengah tabung kaca dengan cara menggerakkan alat penunjuk skala turun naik, ketika gelembung tersebut telah tepat di tengah, dilanjutkan dengan memperhatikan skala yang tertera pada abney level tersebut dan dilanjutkan dengan menuliskan skala yang tertera pada lembar Kerja 1.
Pada pengamatan dan pengukuran pertama dengan menggunakan abney level, praktikan mengamati objek (seorang teman yang tingginya kira-kira sama dengan praktikan tepat di daerah matanya agar sejajar, lalu menempatkan gelembung nivo ditengah-tengah dengan menaik-turunkan skalanya, dan setelah gelembung tersebut berada di tengah praktikan amati skala yang muncul adalah 10 yang berarti 10O. dan jika dikalkulasikan dalam % maka didapati kemiringan lereng adalah 17,63%.Begitu juga untuk pengukuran kedua pada tempat yang berbeda didapati hasil pada skala abney level adalah 7O dan jika di jadikan dalam bentuk %, kemiringan lereng adalah 12,27%. pengukuran ketiga pada tempat yang berbeda juga didapati hasil pada skala abney level adalah 7O dan jika di jadikan dalam bentuk %, kemiringan lereng adalah 12,27%. pengukuran keempat pada tempat yang berbeda didapati hasil pada skala abney level adalah 7O dan jika di jadikan dalam bentuk %, kemiringan lereng adalah 12,27%. Dan pada pengukuran kelima didapati sudut yang tertera pada skala dalam abney level adalah 8O, sehingga jika dikalkulasikan dalam %, maka kemiringan lereng adalah 14,05%.
Jika dibandingkan dengan hasil pengamatan pada kelompok lain, praktikan bisa memastikan hasilnya juga akan berbeda tergantung pada dimana kelompok lain tersebut mengamati suatu objek dan bagai mana cara yang mereka gunakan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Alat yang digunakan untuk mengukur kemiringan lereng pada berbagai tempat adalah abney level, Alat Tipe A, dan clinometers.
Penggunaan abney level dirasa cukup praktis dibandingkan dengan menggunakan alat tipe A.
Praktikan bisa mengukur kemiringan lereng diberbagai tempat.
Saran
Sebaiknya ko ass mencontohkan atau menerapkan bagaimana cara membuat Alat Tipe A seperti yang tertulis pada penuntun praktikum, agar praktikan bisa lebih memahami.
I.
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KOSERVASI TANAH DAN AIR ACARA : Ke 1 PENGUKURAN EROSI DI BAWAH VEGETASI PENUTUP TANAH
Reviewed by Robi Ari A
on Selasa, 05 Februari 2013
Rating: 4.5
0 comments:
Posting Komentar