Selasa, 05 Februari 2013
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KONSERVASI TANAH DAN AIR PENGUKUR KEMIRINGAN LERENG
I. PENDAHULUAN
Kemiringan lereng (Slope) merupakan unsure topografi dan factor dari terjadinya erosi. Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.
Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff. Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu particle tanah yang terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 1985). Jika kemiringan lereng bertambah dua kali banyaknya erosi meningkat 2-2,5 kali lebih tinggi. Zing (1940) mendapatkan hubungan erosi dengan kemiringan lereng seperti rumus sebagai berikut.
Xe = 0,065 S1,45………………………….……..…….4. 8
Xe = jumlah erosi, S = kemiringan lereng dalam (%), rumus tersebut cocok diterapkan untuk kemiringan lereng di atas 10 %.
a. Panjang lereng
Pengaruh panjang lereng terhadap erosi ditentukan oleh sifat tanah dan intensitas hujan. Erosi meningkat dengan meningkatnya panjang lereng untuk intensitas hujan tinggi, jika intensitas hujan rendah, erosi menurun (Baver, 1956). Jika runff terjadi disepanjang lereng, maka laju runoff pada lereng bagian bawah lebih cepat akibat akumulasi runoff semakin tinggi.
Umumnya makin panjang lereng, makin tinggi potensial air untuk menimbulkan erosi. Makin panjang lereng, maka volume dan laju runoff semakin tinggi. dan kapasitas penghancuran agregat dan pengikisan tanah semakin tinggi pula. Namun hasil penelitian membuktikan bahwa, jika panjang lereng bertambah dua kali, maka erosi bertambah 2 kali, tetapi erosi rata-rata per ha kurang dari dua kali lebih banyak. Hal ini dimungkinkan akibat laju dan volume runoff disepanjang lereng tidak sama.
b. Arah lereng
Arah lereng turut mempengaruhi erosi, sebagaimana dikemukakan oleh Kohnke
dan Bertrand (1959). Di belahan bumi bagian utara, lereng yang menghadap ke arah selatan mengalami erosi lebih besar daripada lereng yang menghadap ke utara. Hal ini disebabkan karena tanah yang terletak di bagian lereng yang menghadap ke selatan lebih mudah terdispersi karena secara langsung dan intensif terkena sinar matahari. Sebaliknya hal yang sama dapat terjadi dengan belahan bumi bagian selatan. Di daerah tropis belun dilakukan penelitian tentang pengaruh arah lerengterhadap erosi, namun dapat diduga radiasi matahari yang diterima oleh lereng yang menghadap ke utara atau ke selatan boleh dikatakan tidak akan jauh berbeda.
c. Konfigurasi lereng
Bentuk permukaan lereng tidak selalu datar, tetapi ada yang cembung dan ada
yang cekung. Menurut pengamatan, erosi lembar kebanyakan terjadi pada permukaan tanah yang cembung, sedangkan erosi alur dan parit pada permukaan yang cekung.
d. Keseragaman lereng
Bentuk kecuraman lereng pada suatu areal tidak selalu seragam dan dampaknya terhadap erosi akan berbeda. Erosi akan lebih besar pada lereng yang seragam dari pada yang tidak seragam. Masalah lain timbul dari kemiringan lereng yang tidak seragam adalah tentang pengelolaan lahan. Bentuk lereng yang seragam lebih mudah dikelola untuk pertanian daripada lereng yang tidak seragam (Arsyad, 1985).
Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk perencannan dan pelaksanaan berbagai kebutuhan pembangunan, terutama dalam bidang konservasi tanah dan air antara lain sebagai sebagai suatu factor yang mengendalikan erosi dan menentukan kelas kemampuan lahan. Besar kemiringan lereng dinyatakan dalam satuan derajad (O) atau persen (%).
Untuk mengetahui atau menentukan besar kemiringan data diukur dengan melalui beberapa metode atu alat antara lain dengan metode : alat tipe A (ondol-ondol), abney level dan clinometers. Sedangkan pada acara ini digunakan ondol-ondol dan abney level.
Alat tipe A atau yang sring disebut dengan ondol-ondol merupakan suatu alat sederhana pengukuran kemiringan lereng. Alat ini terbuat dari dua potong bamboo atau kayu yang diikat longgar pada dua ujungnya sehingga mudah digerakkan. Di bagian tengah alat dipasang suatu kayu penyangga melintang sehingga bentuknya persis seperti huruf A. Alat ini dilengkapi dengan beberapa tambahan seperti benag gandulan sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemiringan suatu tempat.
Sedangkan abney level merupakan suatu alat pengukuran kemiringan lereng , bentuknya mirip teropong, dengan panjang kurang lebih 15 cm, dengan berat 150 g. alat ini terdiri atas beberapa bagian, yakni : bodi (logam), tabung kaca berisi air tidak penuh bila digerakkan akan kelihatan gelembung air disebut nivo, skala kemiringan lereng dan celah bidik.
Derajat kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat tofografi yang dapat mempengaruhi besarnya erosi tanah. Semakin curam dan semakin panjang lereng maka makin besar pula aliran permukaan dan bahaya erosi semakin tinggi (Suripin, 2004)
II. TUJUAN
• Mengukur kemiringan lereng pada berbagai tempat
• Membandingkan dua macam metode pengukuran kemiringan lereng dengan alat tipe A dan dengan menggunakan abney level.
III. BAHAN DAN ALAT
Pengukuran dengan alat tipe A
• 2 potong bamboo kecil panjang 2 meter
• 2 potong kayu kecil panjang 50 cm dan 30 cm
• Benang
• Busur derajad
• Mistar
• Kalkulator
Pengukuran dengan Abney level
• Abney level
• Spidol
• Patok kayu panjang
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pengukuran dengan alat tipe A
1. Merancang alat tipe A
2 potong bamboo diikat longgar pada dua ujungnya dengan benang. Kira-kira di bagian tengah kedua bamboo dipasang sebuah kayu penyangga melintang, di tengah-tengah kayu melintang ini dipasang sebuah kayu kecil tegak lurus. Tepat di perpotongan kayu dipasang benang benang gandul. Konstruksi alat seperti terlihat pada gambar 1.1
2. Pengukuran kemiringan lereng
a. Menegakkan salah satu bagian kaki di titik A di bagian bawah lereng dan kaki yang lain di titik B di bagian atas lereng sehingga A-B membentuk garis yang searah dengan kemiringan lereng. Alat harus dipegang atau dipasang kayu penyangga agar tidak tumbang
b. Memperhatikan alat pengukur kemiringan lereng tipe A seperti segitiga ABC (gambar 1.1). DF adalah benang gandul. Mengukur jarak E ke F1 di benang gandul misalnya a cm dan DE= b cm (DEF1 adalah segitiga siku-siku dengan sudut siku-siku di titik E). F1DE adalah sudut kemiringan lereng yang dapat dicari dengan rumus: tan F1DE x 100% = a/b. 100% dengan menggunakan kalkulator sudut F1DE dapat dihitung. Melakukan pengukuran kemiringan lereng pada tempat dan kemiringan yang berbeda sebanyak 5 kali dan memasukkan datanya pada lembar kerja 1.
B. Pengukuran dengan Abney level
1. Memperhatikan Gambar 2.1 pada penuntun praktikum
2. Member tanda garis pada patok kayu setinggi mata si pengamat.
3. Menegakkan patok tersebut pada poin 1 sejauh kurang lebih 30 m dari si pengamat.
4. Lewat celah pada alat, si pengamat membidik kearah pancang yang sedang berdiri menegakken dan menggerakan alat naik-turun sehingga kelihatan gelembung nivo yang sedang bergerak
5. Menempatkan gelembung nivo ke tengah-tengah tabung kaca tepat berimpit dengan tanda garis pada pancang. Amati angka pada skala yang ditunjukkan oleh jarum skala kemiringan lereng, lalu catat pada lembar kerja 1
6. Melakukan pengukuran kemiringan lereng pada tempat dan kemiringan lereng yang berbeda sebanyak 5 kali dan mencatat angkanya pada lembar kerja 1
V. HASIL PENGAMATAN
Acara : Pengukuran kemiringan lereng
Lokasi : Depan ladoratorium tanah UNIB
Hari/tanggal : Rabu, 20 Oktober 2010
Jam : 08.00 Wib
Kelompok : Empat
Nama Praktikuan :
1. Agus Priyanto
2. Umi Salamah
3. Dicko Trio Octa Saputra
4. Ema Ratna Puri Batubara
5. Wilman Sianturi
Tabel pengamatan
No. Alat Pengukuran ke Jarak Sudut Lereng
E-F1= a (cm) D-E=b(cm) TgF1DE.100
% = a/b.100% (O) (%)
1. Alat Tipe A 1 5 11,5 5/11,5=0,43 23,26 43
2 6,5 11,5 6,5/11,5=0,5652 29,47 56,52
3 7 11,5 7/11,5=0,6086 31,29 60,86
4 7,3 11,5 7,3/11,5=0,6347 32,40 63,47
5 1,5 11,5 1,5/11,5=0,1304 7,42 13,04
2. Abney Level 1 7 30
2 10 38
3 7 30
4 8 32
5 9 34
VI. PEMBAHSAN
Keadaan kemiringan lereng pada areal pengamatan di ambil lima titik pengamatan dengan keadaan lereng yang berbeda-beda. Dari lereng yang rendah tingkat kemiringannya, sedang dan lereng dengan tingkat kemiringan yang tinggi. Kemiringan lereng erat hubungannya dengan tingkat besarnya erosi yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat kemiringan maka erosi juga semakin besar. Untuk menentukan kemiringan lereng antara lain dapat dengan menggunakan alat sederhana (alat tipe A/ondol-ondol) dan menggunakan alat abney level.
Alat tipe A berbentuk segitiga dan memiliki bandul yang di tarik dengan tali di tengah-tengahnya. Bandul ini yang akan mengukur besarnya nilai a dan nilai b yang akan digunakan untuk menentukan sudut kemiringan lereng. Pada alat tipe A, titik yang di ambil yaitu daerah yang tingkat kemiringannya rendah yaitu 1,5 cm pada nilai a. kemiringan lereng yang rendah menghasilkan sudut lereng sebesar 7,420 dan persentase kelerengan 13,04%. Dengan nilai sudut dan persentase sedemikian rupa tingkat erosi sangat kecil. Untuk lereng dengan kondisi sedang, titik pengamatan pada nilai b yaitu 5 cm. dengan sudut lereng yang dihasilkan sebesar 23,260 atau persentasenya 43%. Nilai dalam kodisi lereng yang belum mendekati kemiringannya yang curam. Namun sudah masuk dalam erosi yang diwaspadai. Tingkat kemiringan yang tinggi mengambil titik nilai b 6,5 cm, 7 cm dan 7,3 cm. pada titi
Selanjutnya file dapat di download di DI SINI
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KONSERVASI TANAH DAN AIR PENGUKUR KEMIRINGAN LERENG
Reviewed by Robi Ari A
on Selasa, 05 Februari 2013
Rating: 4.5
0 comments:
Posting Komentar