Sabtu, 13 April 2013

BUDIDAYA JAGUNG SECARA TUMPANGSARI DENGAN BERBAGAI JENIS TANAMAN

BAB I TUJUAN Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mempraktekkan teknik budidaya tanamn jagung secara tumpangsari dan dapat memilih jenis tanaman yang cocok untuk dikombinasikanyang dapat menghasilkan produk tinggi. BAB II DASAR TEORI Jagung Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Familia : Graminaceae Genus : Zea Species : Zea mays L. Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu. (Fergason, V.) Di Indonesia jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat produksi belum optimal. PT. Natural Nusantara berupaya meningkatkan produksi tanaman jagung secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan (http://www.tokonasa.com/ ) Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Upaya peningkatan produksi jagung, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi, selalu diiringi oleh penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik, untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan secara berimbang, sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi, dan keuntungan yang memadai bagi petani. Pemupukan berimbang adalah pengelolaan hara spesifik lokasi, bergantung pada lingkungan setempat, terutama tanah. Konsep pengelolaan hara spesifik lokasi mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami dan pemulihan hara yang sebelumnya dimanfaatkan untuk padi sawah irigasi (Dobermann and Fairhurst 2000, Witt and Dobermann 2002). Pengelolaan Hara spesifik lokasi berupaya menyediakan hara bagi tanaman secara tepat, baik jumlah, jenis, maupun waktu pemberiannya, dengan mempertimbangkan kebutuhan tanaman, dan kapasitas lahan dalam menyediakan hara bagi tanaman (Makarim et al. 2003) Penggunaan bahan organik perlu mendapat perhatian yang lebih besar, mengingat banyaknya lahan yang telah mengalami degradasi bahan organik, di samping mahalnya pupuk anorganik (urea, ZA, SP36, dan KCl). Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus tanpa tambahan pupuk organik dapat menguras bahan organik tanah dan menyebabkan degradasi kesuburan hayati tanah. Kebutuhan Hara Pada Tanaman Jagung Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah untuk dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara, kelembaban tanah dan aerasi, suhu tanah, dan sifat fisik maupun kimia tanah. Keseluruhan faktor ini berlaku umum untuk setiap unsur hara (Olson and Sander 1988). Pola serapan hara tanaman jagung dalam satu musim mengikuti polaakumulasi bahan kering sebagaimana dijelaskan oleh Olson dan Sander(1988). Sedikit N, P, dan K diserap tanaman pada pertumbuhan fase 2, danserapan hara sangat cepat terjadi selama fase vegetatif dan pengisian biji. Unsur N dan P terus-menerus diserap tanaman sampai mendekati matang, sedangkan K terutama diperlukan saat silking. Sebagian besar N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang, daun, dan bunga jantan, lalu dialihkan ke biji. Sebanyak 2/3-3/4 unsur K tertinggal di batang. Dengan demikian, N dan P terangkut dari tanah melalui biji saat panen, tetapi K tidak. Hama Dan Penyakit Hama a) Lalat bibit (Atherigona exigua Stein) Gejala: daun berubah warna menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan atau bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan dan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara,dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman akan sangat membantu memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen jagung; (2) tanaman yang terserang lalat bibit harus segera dicabut dan dimusnahkan, agar hama tidak menyebar; (3) kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu diperhatikan terutama terhadap tanaman inang yang sekaligus sebagai gulma; (4) pengendalian secara kimiawi insektisida yang dapat digunakan antara lain: Dursban 20 EC, Hostathion 40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26 dan Promet 40 SD sedangkan dosis penggunaan dapat mengikuti aturan pakai. b) Ulat pemotong Gejala: tanaman jagung yang terserang biasanya terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah yang ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman jagung yang masih muda itu roboh di atas tanah. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) bertanam secara serentak pada areal yang luas, bisa juga dilakukan pergiliran tanaman; (2) dengan mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya terdapat di dalam tanah; (3) sebelum lahan ditanami jagung, disemprot terlebih dahulu dengan insektisida. Penyakit a) Penyakit bulai (Downy mildew) Penyebab: cendawan Peronosclero spora maydis dan P. spora javanica serta P. spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul; (3) dilakukan pencabutan tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan. b) Penyakit bercak daun (Leaf bligh) Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuningkuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan; (2) mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab; (3) kimiawi dengan pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F. c) Penyakit karat (Rust) Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan memanjang, kemudian akhirnya karat dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas yang tahan terhadap penyakit; (3) melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung; (4) kimiawi menggunakan pestisida seperti pada penyakit bulai dan bercak daun. d) Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut) Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: pada tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall). Pengendalian: (1) mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2) memotong bagian tanaman kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena. e) Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan fungisida setelah ditemukan gejala serangan. Manfaat Jagung Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Di Daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain: a. Batang dan daun muda: pakan ternak b. Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos c. Batang dan daun kering: kayu bakar d. Batang jagung: lanjaran (turus) e. Batang jagung: pulp (bahan kertas) f. Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng g. Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil. ( Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ) Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogeae L.) merupakan tanaman pangan yang mendapat prioritas kedua untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya setelah padi. Hal ini didorong dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan, bahan baku industri dan pakan. Propinsi Banten mempunyai lahan kering pertanian dan perkebunan seluas 301.901 ha, namun yang baru dimanfaatkan untuk pertanaman kacang tanah dan jagung adalah 22.293 ha. Oleh karena itu, peluang pengembangan tanaman palawija di lahan kering masih terbuka untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Tahun 1989 produktivitas kacang tanah di Provinsi Banten 1,25 ton/ha. Tahun 2003 nilai produktivitasnya mengalami penurunan menjadi 0,75 ton/ha. Kacang tanah ditanam baik di lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan kering tadah hujan (tegalan). Secara umum di Pulau Jawa, usaha tani kacang tanah sebesar 70 % dilakukan di lahan kering, sedangkan di lahan sawah hanya 30 %. Pertanaman kacang tanah di lahan kering mampu memberikan kontribusi sebanyak 65 % dari total pendapatan petani, sementara di lahan sawah karena harus bersaing dengan tanaman pangan atau hortikultura lain yang lebih ekonomis, maka kontribusi kacang tanah hanya sekitar 20 % dari pendapatan petani. (Adisarwanto, 2000 dan Karsono, 1996). Usaha tani tanaman pangan, khususnya kacang tanah saat ini telah diupayakan dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, serta faktor pendukung lainnya untuk memulihkan perekonomian nasional. Di Indonesia, pengembangan kacang tanah antara lain dilandasi oleh: (1) tujuan diversifikasi pangan dan peningkatan gizi masyarakat, (2) meningkatnya permintaan kacang tanah (4.4 % per tahun) yang ditandai terus meningkatnya impor kacang tanah akibat berkembangnya industri pengolahan, (3) adanya upaya untuk meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan petani, dan (4) masih tersedianya sumberdaya lahan, manusia dan teknologi budidaya yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Sementara itu hal yang menjadi masalah utama dalam pengembangan komoditas pertanian termasuk kacang tanah, adalah sistem pemasarannya, baik yang menyangkut rantai pemasaran yang panjang, struktur pasar yang timpang dan tidak adilnya pembagian marjin keuntungan di antara pelaku pasar yang terlibat. Hama dan Penyakit Hama a. Uret Gejala: memakan akar, batang bagian bawah dan polong. Akhirnya tanaman layu dan mati. Pengendalian: olah tanah dengan baik, penggunaan pupuk kandang yang sudah matang, menanam serempak, penyiangan intensif, Penggunaan Pestona dengan cara disiramkan ke tanah, jika tanaman terlanjur mati segera dicabut dan uret dimusnahkan. b. Ulat Penggulung Daun Gejala: daun terlipat menguning, akhirnya mengering. Pengendalian: penyemprotan menggunakan Pestona. c. Ulat Grayak (Spodoptera litura) Gejala: ulat memakan epidermis daun dan tulang secara berkelompok. Pengendalian: (1) bersihkan gulma, menanam serentak, pergiliran tanaman; (2) penyemprotan menggunakan Natural Vitura. d. Ulat Jengkal (Plusia sp) Gejala: menyerang daun kacang tanah. Pengendalian: penyemprotan menggunakan Pestona. e. Kumbang Daun Gejala: daun tampak berlubang, daun tinggal tulang, juga makan pucuk bunga. Pengendalian: (1) penanaman serentak; (2) penyemprotan menggunakan Pestona. Penyakit a. Penyakit layu atau “Omo Wedang” Penyebab: bakteri Xanthomonas solanacearum (E.F.S.). Gejala: daun terkulai seperti disiram air panas, akhirnya mati. Bila dipotong tampak noda coklat pada bagian pembuluh kayu dan bila dipijit keluar lendir kekuningan. Akar tanaman membusuk. Pengendalian: Pergiliran tanaman, gunakan varietas yang tahan. Penting melakukan pencegahan menggunakan Natural GLIO. b. Penyakit sapu setan Penyebab: Mycoplasma (sejenis virus). Diduga ditularkan serangga sejenis Aphis. Gejala: bunga berwarna hijau tua seperti daun-daun kecil, ruas-ruas batang dan cabang menjadi pendek, daun-daun kecil rimbun. Pengendalian: tanaman dicabut, dibuang dan dimusnahkan, semua tanaman inang dibersihkan (sanitasi lingkungan), menanam tanaman yang tahan, menanggulangi vektornya menggunakan Pestona atau Natural BVR. c. Penyakit Bercak Daun Penyebab : Jamur Cercospora personata dan Cercospora arachidicola. Gejala: timbul bercak-bercak berukuran 1-5 mm, berwarna coklat dan hitam pada daun dan batang. Pengendalian: dengan menggunakan Natural GLIO di awal tanam sebagai tindakan pencegahan. d. Penyakit Gapong Penyebab: diduga Nematoda. Gejala: Polong kosong, juga bisa busuk. Pengendalian: tanahnya didangir dan dicari nematodanya. e. Penyakit Sclerotium Penyebab: cendawan Sclerotium rolfsii. Gejala: tanaman layu. Pengendalian: gunakan varietas yang resisten, air jangan sampai menggenang, membakar tanaman yang terserang cendawan. Pencegahan: gunakan Natural GLIO pada awal tanam f. Penyakit Karat Penyebab: cendawan Puccinia arachidis Speg. Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak coklat muda sampai coklat (warna karat). Daun gugur sebelum waktunya. Pengendalian: gunakan varietas yang resisten, tanaman yang terserang dicabut dan dibakar. Pencegahan: gunakan Natural GLIO pada awal tanam. Tumpang Sari Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir. Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini disebut sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar yang dikenal sebagai mina tani. Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal. Kesuburan tanah sangat mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. BAB III METODE PELAKSANAAN Praktikum ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan lapangan dilahan darat ( kering ) di kelurahan Medan Baru kecamatan Muara Bangkahulu, Bengkulu. Pada praktikum ini akan dicoba 4 jenis tanaman kombinasi dengan jagung terdiri dari : T1 = Jagung, T2 = padi, T3 = Kacang Tanah, T4 = Ubi Jalar, T5 = Kedelai. Pada praktikum tersebut menggunakan alat dan bahan yang akan diperlukan untuk pelaksanaan percobaan sebagai berikut : Bahan : • Benih jagung kultivar pioner, padi, kacang tanah dan ubi jalar. • Urea • SP 36 • KCl • Furadan 3G Alat : • Cangkul • Sabit • Tali Plastik • Meteran • Timbangan BAB IV PELAKSANAAN a. Mengambil benih untuk masing – masing jenis tanaman kultivar dan stek ubi jalar. b. Melakukan pengolahan tanah dengan cara di bajak atau dicangkul dan digaru sehingga tanah menjadi gembur. c. Membuatlah bedengan berupa petakan berukuran 200 cm x 200 cm x 20 cm dan meratakan permukaannya. Antar bedengan berupa parit ( siring yang lebarnya 30 cm ). d. Menanam benih jagung dengan jarak tanam 80 cm x 20 cm secara ditugal sedalam 3 cm dengan jumlah benih 3-5 per rumpun. Pada lubang tanam dimasukkan 5-10 butir Furadan 3G, kemudian lubang tanam ditutup dengan butiran tanah yang halus. e. Dengan jarak tanam yang sama, tanamlah benih jagung , padi, kacang tanah, atau ubi jalar diantara barisan tanaman jagung. Penanaman jagung, padi, dan kacang tanah caranya sama, ubi jalar ditanam dengan cara menancapkan miring stek hingga 2 bukunya terbenam didalam tanah. f. Melakukan pemberian pupuk secara alur dan dibenamkan diantara barisan benih sebanyak 10 g urea dan 5 g SP 36 per meter persegi. Pemeliharaan a. Melakukan penyulaman pada lubang tanam yang benihnya tidak tumbuh sesuai perlakuan caranya yang sama dengan tahap penanaman. b. Melakukan pemupukan kedua pada umur 21 hari setelah tanam (HTS) sebanyak 20 g urea dan 20 g KCl permeter persegi , secara alur dan dibenamkan diantara barisan tanaman setelah dilakukan penyulaman pertama. c. Melakukan pengendalian gulma ( penyiangan ) dengan cara mencabut gulma-gulma yang tumbuh di media tanam pada umur 21 HST dan 42 HST. d. Melakukan pemanenan 10 tanaman sampel dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman dan memisahkan masing-masing bagian ( organ ) tanaman untuk dilakuakn pengamatan. Pengamatan Melakukan pengamatan terhadap 10 tanaman sampel untuk setiap unit percobaan. Peubah yang diamati pada jagung meliputi : • Tinggi tanaman • Jumlah daun • Diameter batang • Panjang tongkol • Bobot tongkol • Bobot tanaman segar Sedangkan peubah yang diamati pada kacang tanah meliputi : • Tinggi tanaman • Jumlah cabang • Jumlah polong total • Jumlah polong bernas • Bobot polong bernas BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN PERSENTASE PERTUMBUHAN  Kacang tanah Jumlah total : 60 x 2 = 120 Jumlah yang hidup = 72 Jumlah % = 72/120 x 100 = 60 %  Jagung Jumlah total = 60 Jumlah yang hidup = 55 Jumlah % = 55/60 x 100 = 91,66 % Jumlah % kacang tanah + jumlah % jagung 60 % + 91.66 % = 151,66/2 = 75,83 % Tabel 1. Hasil pengamatan tiap perlakuan T2 1,93 1,83 1,66 2,21 1,97 9,59 1,92 T3 1,80 1,85 2,00 1,90 1,95 9,50 1,90 T4 1,07 1,48 1,48 0,90 1,08 6,00 1,20 T5 1,82 1,75 2,13 2,37 1,28 9,34 1,87 8,37 8,45 9,03 8,73 7,77 42,35 Tabel 2. Hasil anava Sk Db Jk Kt f hit f tab Blok 4,00 0,18 17,93 90,34 3,01 Perlakuan 4,00 1,90 0,04 0,22 3,01 Galat 16,00 1,10 0,20 Total 24,00 3,18 fhi t >f tab bnt 5% 0,2638 Tabel 3. Pertumbuhan tinggi tanaman Pertumbuhan tinggi tanaman Minggu ke- Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 T1 17. 98 29.22 37.6 47.15 52.97 62.67 T2 52,2 63 71,4 81,6 96,2 114,4 T3 22,7 60,5 73,16 89,46 128,3 142,6 T4 46 65,6 81 97 122,6 149 T5 61,9 75,6 115,2 140,4 155,4 169,88 Tabel 4. Jumlah daun Jumlah daun Minggu ke- Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 T1 5 8,8 12,2 15,4 18,6 22,6 T2 5,4 9,4 14 16,6 18,6 20,4 T3 3 4,2 5,4 8,2 10,2 11,4 T4 5,4 9,6 13,2 16,4 19,8 23 T5 7,8 9,8 12,5 15,4 18,4 21,2 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan terhadap perlakuan tumpang sari jagung dengan kacang tanah yang dilakukan di kebun percobaan Medan Baru yang dilakukan dimulai dari pengolahan tanah dan penanaman bibit. Pada praktikum ini lebih dari 70 % tanaman tumbuh. Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kacang tanah. Pada praktikum tersebut dapat dilihat perbedaan tinggi tanaman dan jumlah daun setiap minggu pada tanaman yang ditumpang sari kan. Pada hasil pengamtan yang dilakukan tanaman tidak begitu subur, karena pada saat aplikasi pemberian pupuk, tanaman saya tidak di berikan pupuk. Jadi , tanaman tersebut hanya mengandalkan hara didalam tanah untuk pertumbuhannya. Sedangkan kita tahu, pada tanah di lapangan tersebut kurang subur. Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara. Kacang tanah ditanam baik di lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan kering tadah hujan (tegalan). Secara umum di Pulau Jawa, usaha tani kacang tanah sebesar 70 % dilakukan di lahan kering, sedangkan di lahan sawah hanya 30 %. Pertanaman kacang tanah di lahan kering mampu memberikan kontribusi sebanyak 65 % dari total pendapatan petani, sementara di lahan sawah karena harus bersaing dengan tanaman pangan atau hortikultura lain yang lebih ekonomis, maka kontribusi kacang tanah hanya sekitar 20 % dari pendapatan petani. (Adisarwanto, 2000 dan Karsono, 1996). Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kacang tanah biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Tanaman monokultur ini juga dapat dilakukan untuk membandingkan hasil dari tumpang sari terhadap tanaman monokultur itu sendiri. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal. Dari hasil pengamatan kami beberapa minggu maka hasil data ini dapat dihitung dengan menggunakan analisis statistic. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada setiap minggu berbeda. Dari hasil analisis tersebut juga dapat kita lihat bahwa f hit > f tab . jadi pertumbuhan tinggi tanaman tidak berbeda nyata antara tanaman tumpang sari dan monokultur. Dapat dilihat pertumbuhan tanaman tersebut pada grafik di bawah ini : Begitu juga halnya pertumbuhan jumlah daun tidak berbeda nyata antara tumpang sari dengan tanman monokultur. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang tanah, bunga kecil yang berwarna kuning muncul pada ketiak daun. Bunga tersebut biasa dinamai bunga kupu-kupu. Pembungaan pada tanaman kacang tanah biasanya diikuti dengan penyebukan sendiri (self pollination). Setelah terjadi penyerbukan, lembaran bunga (corolla) menjadi layu. Tahap selanjutnya adalah pertumbuhan memanjang tangkai calon polong yang biasa dinamai “peg”. BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan kami dapat disimpulkan : • Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. • Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. • Pertumbuhan tinggi tanaman tidak berbeda nyata antara tanaman tumpang sari dan monokultur. • Pertumbuhan jumlah daun tidak berbeda nyata antara tumpang sari dengan tanman monokultur. • Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. BAB VII SARAN Agar dalam pemberian bibit/benih kedelai lebih terorganisir lebih baik jangan sampai ada praktikan yang tidak kebagian bibit dan agar asisten dosen/ ko.ass lebih berperan aktif dalam membimbing mahasiswa DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta. Dobermann, A., T. Arkebauer, K.G. Cassman, R.A. Drijber, J.L. Lindquist, J.E. Dobermann, A., T. Arkebauer, K.G. Cassman, R.A. Drijber, J.L. Lindquist, J.E. Fachruddin, L. 2000. Budi Daya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Fergason, V. 1994. High amylose and waxy corn. In: A. R. Halleuer (Ed.) http://www.tokonasa.com/ http://www.tokonasa.com/ http://banten.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=165:budidaya-kacang-tanah-pada-lahan-kering&catid=11:leaflet&Itemid=11 http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kacang-tanah.html Makarim, A. K., I.N. Widiarta, S. Hendarsih, dan S. Abdurachman. 2003. Olson, R.A. and D.H. Sander. 1988. Corn production. In Monograph Agron

1 comments: