Kamis, 23 Juni 2011

SELEKSI IN VITRO UNTUK TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA TANAMAN PADI

SELEKSI IN VITRO UNTUK TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA TANAMAN PADI

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah padi Indica varietas IR64 yang merupakan padi sawah dan tidak tahan terhadap cekaman kekeringan tetapi berproduksi tinggi dan beradaptasi luas. Untuk induksi kalus digunakan embrio yang diisolasi dari biji matang dan ditanam pada media MS + 2,4-D 2 mg/l + Cacein hidrolisat 3 g/l. Kalus kemudian diradiasi dengan sinar gamma 0, 300, 500 dan 700 rad. Setelah radiasi kumpulan sel somatik diseleksi dengan PEG (BM 6000) pada beberapa taraf konsentrasi 0, 10, 15 dan 20% yang setara dengan tekanan osmotik 0, -0.03, -0.19, dan -0.41 Mpa (Mexal et al., 1975), 1 Mpa setara dengan 10 bar. Seleksi dilakukan selama 4 minggu dan setelah seleksi dilakukan regenerasi pada media MS + BA 1 - 3 mg/l IAA 0.1 dan zeatin 1 mg/l.
Setelah regenerasi pada benih hasil seleksi yang sudah diaklimatisasi kemudian diuji daya tembus akarnya, analisa kandungan prolin serta produksinya di rumah kaca. Diagram alir dari percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.



Uji daya tembus akar dilakukan setelah somaklon generasi pertama berkecambah (hasil seleksi PEG 20%) kemudian ditanam pada pot plastik yang telah diisi campuran tanah : pupuk kandang : pasir = 1 : 1 : 1. Pada bagian dasar pot dilapisi campuran parafin : vaselin = 6-% : 40% dengan ketebalan 3 mm dan tingkat kekerasan 12 bar. Dua hari setelah benih ditanam, pot plastik diletakkan diatas gelas plastik yang berisi larutan Yoshida.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada media regenerasi tidak semua kalus dapat melakukan diferensiasi, disamping itu warna kalusnya ada yang berwarna kuning dan kuning kecoklatan (Tabel 5 dan Tabel 7). Warna kalus sebelum radiasi umumnya berwarna kuning tetapi setelah radiasi dan seleksi berubah menjadi kuning kecoklatan, dan kalus yang telah diberi perlakuan radiasi dan seleksi ada yang dapat beregenerasi membentuk tunas. Organ tersebut paling banyak terbentuk yaitu 51 dari kalus yang diradiasi 500 rad tanpa diseleksi PEG. Dengan diseleksi memakai PEG nampaknya menurunkan kemampuan kalus beregenerasi atau populasi sel somatik yang tahan terhadap PEG memang rendah (Tabel 6).



Setelah terbentuk akar pada tunas hasil seleksi dan radiasi kemudian dilakukan aklimatisasi dan selanjutnya biji generasi pertama diuji daya tembus akarnya, seleksi dini dengan PEG, dianalisa kandungan prolinnya sampai ke produksinya (Tabel 7).
Karakter tersebut umumnya digunakan untuk menguji daya toleransi tanaman terhadap kekeringan. Dengan uji PEG 20%, biji dari IR64 tidak dapat berkecambah tetapi untuk somaklon (ada 17 somaklon) lainnya dapat berkecambah. Hasil penelitian Bouslama dan Shcapaugh (1984) menunjukkan bahwa benih yang cepat berkecambah pada larutan PEG mampu menghasilkan akar lebih cepat dan perakaran yang dihasilkan lebih baik. Selain itu dari hasil penelitian Nemoto et al., (1995) menunjukkan bahwa tanaman yang mampu tumbuh baik pada media yang mengandung PEG 20% mempunyai korelasi positif dengan toleransi kekeringan di lapangan. Benih somaklon kemudian diuji daya tembus akarnya dan terlihat bahwa ada somaklon (12 somaklon) yang dengan cepat menembus lapisan parafin : vaselin, disamping itu akarnya lebih tebal dan lebih panjang. Seleksi untuk tujuan pemuliaan dengan cara menghubungkan antara sifat perakaran dengan ketahanan terhadap kekeringan telah dilakukan oleh Chay (1972), akar yang dihasilkan lebih tebal, panjang dan banyak (Ekanayake et al., 1985). Dari hasil analisa kandungan prolin terlihat bahwa untuk kontrol (IR64) kandungannya rendah yaitu 17.07 nmol/g, tetapi untuk somaklon jauh lebih tinggi antara 113.6 - 287.2 nmol/g.
Dari ketiga karakter diatas terlihat adanya korelasi positif dari somaklon yang diuji. Kandungan prolin paling tinggi berasal dari ScIR®4.2 yaitu 267.2 nmol/g. Pada somaklon tersebut setelah diuji dengan PEG 20% benihnya dapat berkecambah kemudian akarnya dapat menembus lapisan parafin : vaselin. Bahkan untuk persentase gabah isi/malai cukup tinggi yaitu 53 dan penurunan (%) gabah isi dalam kondisi cekaman kekeringan dibandingkan kondisi normal rendah yaitu 29%. Dengan adanya korelasi berbagai karakter yang telah diuji menunjukkan adanya sifat poligenik pada tanaman yang toleran terhadap kekeringan. Pada umumnya tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menggunakan lebih baik dari satu mekanisme untuk mempertahankan diri (Mitra, 2001). Mekanisme resitensi ketahanan terhadap cekaman kekeringan merupakan hasil interaksi dari beberapa gen yang mengendalikan karakter morfologi, fisiologi dan biokimia pada saat tanaman menjalani cekaman kekeringan (Ekanayake et al., 1985). Dengan demikian dari hasil pengujian pada berbagai karakter terlihat bahwa somaklon ScIR®3, ScIR®3.2, ScIR®4.1, ScIR®4.2, ScIR®7.1, ScIR®7.2, ScIR®11 dan ScIR®18 merupakan nomor-nomor yang konsisten pada karakter yang diuji dan memberikan potensi yang cukup besar untuk mendapatkan galur-galur harapan yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

0 comments:

Posting Komentar