Selasa, 05 Februari 2013

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KONSERVASI TANAH DAN AIR Pengukuran Erosi Pada Toposekuen

I. PENDAHULUAN 1 Pengamatan dan pengukuran erosi aktual Besar erosi yang telah berlangsung di alam atau erosi aktual dapat diamati dan diukur melalui beberapa metode, antara lain pengamatan melalui petak sampel berpasangan dengan ukuran petak : 1. 1 m2 untuk mengukur penutupan tanah oleh benda-benda bukan tanah, pengikisan pemukaan tanah, penurunan permukaan tanah. 2. 10 m2 untuk mengukur vegetasi rendah misalnya semak belukar 3. 100 m2 untuk mengukur penutupan tanah oleh pepohonan dan kerapatan alur dan parit erosi. Dalam pengamatan dan pengukuran erosi aktual sangat penting mencantumkan tanggal pengamatan atau pencatatan data. Hal ini sangat erat hubungannya dengan pencatatan pola umum tataguna lahan yang diterapkan di daerah itu. Seperti penentuan faktor C, bentuk pembudidayaan, stadia tanaman sangat penting dalam mempengaruhi erosi. Dalam melakukan pemetaan erosi di kawasan DAS, Jatiluhur, Ambar dan Syafrudin (1979) dalam Dradjad dkk. (1982) dalam melakukan pemetaan erosi aktual pengamatan dan pengukuran erosi, berdasarkan kenampakan erosi permukaan, erosi alur (riil erosion), erosi parit (gully erosion). Erosi permukaan dibedakan atas 4 kelas : hampir tidak ada erosi, kecil, sedang, besar, sangat besar/hebat. Erosi alur/parit dibedakan 4 kelas : tidak terdapat alur/parit, sedikit, beberapa, banyak, sangat banyak alur/parit. Kemudian untuk kualifikasi diberi nilai 0, 1, 2, 3, dan 4 dari yang tidak ada sampai paling besar. Menurut Morgan (1979), untuk menilai erosi yang aktual diperlukan pemberian skoring sederhana, menilai kenampakan tanaman, pengikisan permukaan tanah, pedestal, ukuran alur dan parit, macam dan bentuk tanaman penutupan tanah. Pedestal merupakan tonjolan-tonjolan kecil yang terdapat di permukaan tanah sebagai akibat erosi percik. Terbentuknya pedestal karena sebagian tetesan air hujan terbentur benda keras sehingga tetesan air hujan tidak mampu mendispersi agregat dan terbentuklan pedestal. Bentuk erosi sangat berkaitan dengan proses pengikisan, ada yang aliran dan pengikisan yang seragam, tetapi ada yang terpencar melanggar benda-benda keras seperti batang bayu dan batu. Besar tenaga pengikisan tergantung kecepatan dan massa aliran. Suspensi tanah yang terangkut oleh runoff dapat tersaring oleh rumput dan akan tertimbun sebagai gundukan yang disebut mound. Gundukan ini kadang dapat mencapai ketinggian 10 cm. Aliran yang terkonsentrasi pada suatu jalur bisa menyebabkan erosi alur, dan yang membesar berupa erosi parit. Kedua erosi terakhir mudah dikenal di lapangan. Laju erosi yang telah berlangsung sering diukur dari jumlah alur atau parit yang terbentuk. Besar erosi alur yang diukur oleh Young (1969) dalam Dradjad dkk. (1982) di lahan hutan 0,0041 kg/ha/th untuk kemiringan lereng sedang, dan 0,045 kg/ha/th untuk kemiringan lereng curam. Untuk tanah pertanian sekitarnya berkisar 4,5-45,0 kg/ha/th. Hasil pengukuran erosi yang telah berlangsung oleh Douglas (1967) dalam Dradjad dkk. (1982) di Malaysia: 1) di Basin Telam, Paninsular, 94 % berupa hutan tropika sebesar 0,25 kg/ha/th, 2) di Basin Bertam, 64 % berupa hutan 1,03 kg/ha/th. 5. 2 Pengamatan dan pengukuran erosi pada petak percobaan di lapangao 5.! 2 . 1 Ukuran petak Pengamatan dan pengukusao erosi qaea petak percobaan dilapangan dapat dilakukan dengan dua cara, pertama percobaan yang dilakukan pada stasiun percobaan yang bersifat permanen dan kontinyu, kedua percobaan yang dilakukan untuk menetapkan laju erosi yang bersifat sementara di lapang yang dilakukan di berbagai tempat yang diambil sebagai sampel. Pengukuran erosi yang dilakukan di stasiun percobaan dilakukan pada plot-plot yang diketahui kemiringan lereng dan jenis tanahnya. Plot biasanya berukuran panjang 11, 22, 28, lebar 1,8 untuk pengolahan tanah secara manual, dan panjang 122 m, lebar 6 m untuk pengolahan tanah dengan traktor. Wischmeier and Smith (1965) menetapkan petak percobaan berukuran panjang 22,1 m; kemiringan lereng 9 %, lebar sesuai sifat erosivitas hujan dan erodibilitas tanah, ukuran ini disebut petak baku atau petak standar. 5. 2. 2 Batas plot Batas tepi plot dibuat dari kayu atau papan, seng, beton atau bahan-bahan yang tidak mudah bocor dan berkarat. Tinggi plot sekitar 15-20 cm dari permukaan tanah. Usahakan bangunan tersebut mudah dibongkar pasang agar tidak mengganggu pengolahan tanah jika sewaktu-waktu lahan diperlukan untuk diolah. Banyaknya plot yang dibuat tergantung pada perlakukan percobaan dengan 3 ulangan setiap perlakukan. Batas tepi atas ditutup lurus, dibagian bawah dibuat berbentuk segitiga terbuat dari seng yang berfungsi sebagai kolektor atau penggiring dan pengumpul lumpur erosi dan aliran permukaan II. TUJUAN Mengetahui dan menduga terjadinya erosi pada suatu lahan Membandingkan erosi yang terjadi dari setiap kemiringan lereng pada suatu toposekuen dari suatu lahan. Menghitung besar kehilangan tanah akibat erosi yang terjadi pada setiap kemiringan lereng dari suatu lahan. III. BAHAN DAN ALAT Bor Belgia Cangkul Meteran panjang Munsel Soil Color Chart Pisau lapangan Alat tipe A Ring Sampel IV. PROSEDUR KERJA a. Menentukan batas suatu kemiringan lereng dari suatu toposekuen mulai dari kaki lereng sampai puncak lereng dan beri tanda batasdengan patok kecil b. Mengukur kemiringan lereng dengan alat tipe A pada setiap satiuan kemiringan lereng pada poim 1 (lima titik dan jarak antara titik  2 meter). Pertama gunakan lembar kerja 3.1, kemudian hasil kemiringan lereng dipindahkan pada lembar kerja 3.2 c. Mengukur panjang lereng dengan meteran pada setiap satuan kemiringan lereng pada poin 1. catat datanya pada lembar kerja 3.2 d. Mengukur ketebalan top soil pada setiap satuan kemiringan lereng pada poin 1, termasuk dataran di atas puncak lereng. Catat datanya pada lembar 3.2 e. Menghitung selisih ketebalan top soil antara tanah setiap satuan kemiringan lereng dengan dataran tanag di puncak lereng. Catat datanya pada lembat 3.2 . Bila selisih positif berarti terjadi erosi f. Mengambil ring sample top soil pada dataran puncak lereng dan tetapkan nilai BV di Laboratorium Ilmu tanah Cara menghitung kehilangan tanah akibat erosi: Ei = Kehilangan tanah (ton/ha) X = Ketebalan top soil tanah dataran puncak lereng Yi = ketebalan top soil tanah pada satuan kemiringan lereng ke-i BV = Bulk density (g/m3) V. HASIL PENGAMATAN Acara : Pengukuran kemiringan lereng Lokasi : Di dekat jalan meuju laboratorium Ilmu Tanah UNIB Hari/tanggal : Rabu, 10 November 2010 Jam : 08.00-08.50 WIB Kelompok : Empat Nama Praktikuan : 1. Agus Priyanto 2. Umi Salamah 3. Dicko Trio Octa Saputra 4. Ema Ratna Puri Batubara 5. Wilman Sianturi Data Pengamatan 3.1 No. Alat Toposekuen Jarak Sudut Lereng E-F1= a (cm) D-E=b(cm) TgF1DE.100% = a/b.100% (O) (%) 1. Alat Tipe A Dataran puncak A 3,5 5,5 0,6363 32,46 63,63 B 3 5,5 0,6464 32,87 54,54 C 2,5 5,5 0,4545 24,44 45,4 D 1 5,5 0,1818 10,30 18,18 E 1 5,5 0,1818 10,30 18,18 Data pengamatan 3.2 Toposekuen Panjang lereng (m) Kemiringan lereng Tebal top soil (cm) Selisih tebal top soil (cm) (X-Yi) Erosi (ton/ha) (0) (%) Dataran Puncak 5 A 1,20 32,46 63,63 9 -4 -4,2 B 1,15 32,87 54,54 7 -2 -2,1 C 1,20 24,44 45,4 7 -2 -2,1 D 0,90 10,30 18,18 10 -5 -5,25 E 1,0 10,30 18,18 20 -20 -15,75 Gambaran keadaan lahan PERHITUNGAN Pengamatan 1 • Perhitungan % lereng pada alat tipe A Tan F1DE . 100% = 1. % lereng A = 2. % lereng B = = 54,54 % 3. % lerengC = = 45,45 % 4. % lereng D = = 18,18 % 5. % lereng D = = 18,18 % • Perhitungan derajat sudut lereng pada alat tipe A Sift tan ( ) atau 1. ) = 32,460 2. ) = 32,870 3. ) = 24,440 4. ) = 10,300 5. ) = 10,300 Pengamatan 2 • Mengitung BV (Berat Volume) • Menghitung Selisih tebal top soil (cm) (X-Yi) X = 5 Selisih tebal top soil = X - Y Y1 = 9 = 5 – 9 = -4 cm Toposekuen A Y2 = 7 = 5 – 7 = -2 cm Toposekuen B Y3 = 7 = 5 – 7= -2 cm Toposekuen C Y4 = 10 = 5 – 10 = -5 cm Toposekuen D Y5 = 20 = 5 – 20 = -15 cm Toposekuen E • Menghitung erosi (ton/ha) Ei = (X – Yi)  BV  1 ha BV = 1,05 g/cm3 a. Ei Toposekuen A = (X – Yi)  BV  1 ha = (-4 cm) × 1,05 g/cm3 × 1 ha = - 4,2 ton/ha b. Ei Toposekuen B = (X – Yi)  BV  1 ha = (-2 cm) × 1,05 g/cm3 × 1 ha = - 2,1 ton/ha c. Ei Toposekuen C = (X – Yi)  BV  1 ha = (-2 cm) × 1,05 g/cm3 × 1 ha = - 2,1 ton/ha d. Ei Toposekuen D = (X – Yi)  BV  1 ha = (-5 cm) × 1,05 g/cm3 × 1 ha = - 5,25 ton/ha E. Ei Toposekuen E = (X – Yi)  BV  1 ha = (-15 cm) × 1,05 g/cm3 × 1 ha = - 15,75 ton/ha IV. PEMBAHASAN Pengukuran erosi pada kemiringan toposekeun dilakukan dengan terlebih dahulu megnukur kemingan lereng. Pada percobaan ini keadaan lahan cukup miring, vegetasi yang cukup banyak, untuk menahan tigkat erosi yang terjadi. Besarnya kemiringan lereng dalam setiap titik di toposekuen yaitu A-B-C-D dan E berbeda-beda. Dari titik A sampai titik D sudut kemiringan lereng dan persentase yang menghasilkan titik lereng tertinggi yaitu pada pada titik A sebesar 32,46 0 atau 63,63 % semakin ke bawah sudut kemiringan dan persentase kecil semakin kecil. Beasrnya erosi yang terjadi pada lahan ini di pengaruhi oleh panjang lereng dan tebal top soil. Lereng. Panjang lereng pada pengamatan ini tidak telalu jauh berbeda antar jarak yang satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui antara lapisan topsoil dan lapisan subsoil maka dilihat dengan parameter warna. Lapisan topsoil warnanya masih terlihat hitam karena kandungan bahan organik yang tinggi, sedangkan untuk lapisan subsoil warnanya agak orange (merah kuning). Pada lapisan topsoil dataran puncak ketebalannya hanya mencapai 5cm, sedangkan pada dataran yang miring lapisan topsoil melebihi ukuran topsoil di dataran puncak. Hal ini berarti lahan mengalami pengendapan bahan organic yang ada di deretan lereng hingga ke bawah. Tebal lapisan topsoil semakin ke bawah rata-rata semakin besar nilainya, artinya bahan organic di bawah semakin tinggi. keadaan seperti ini terjadi erosi kecil pada lapisan topsoil karena aliran permukaan yang di sebabkan turunnya air hujan yang jatuh ke tanah. Berdasarkan hasil perhitungan besarnya erosi ton/ha pada toposekuen dalam lima titik berbeda nilainya. Namun, dalam setiap titik menghasilkan nilai minus. Artinya lapisan topsoil dataran puncak lebih kecil di bandingkan dataran yang di bawah. Pada toposekuen A menghasilkan -4,2 ton/ha. Bahwa lapisan dataran puncak terlarut sebesar 4,2 ton/ha menumpuk pada lapisan toposekuen A. jadi yang mengalami pengurangan lapisan topsoil adalah dataran puncak. Begitu juga pada lapisan toposekuen B, toposekuen C, Toposekuen D dan toposekuen E. Pada toposekuen E nilai erosi lebih besar yaitu -15,75 ton/ha. Karena titik pengamatan pada toposekuen ini berada di bagian dasar dari lahan yang cukup miring. Sehingga lapisan topsoil yang terlarut di bawa oeh air menumpuk dan tertimbun di titik pengamatan toposekuen E. Lapisan topsoil yang tertimbun di dataran dasar ini sebesar 15,75 ton/ha. Daerah sekitarnya tumbuh vegetasi, namun tidak sama rata. Keadaan vegetasi yang di bawah lebih banyak daripada di dataran puncak. Sehingga ketika air hujan jatuh maka lapisan topsoil yang kurang rapat vgetasinya mengikuti aliran permukaan. Kemudian turun ke bawah menuju daerah dengan vegetasi yang banyak. Di bawah vegetasi dengan jumlah yang banyak menahan lapisan topsoil yang berasal dari atas. Sehingga lapisan topsoil lebih banyak tertimbun di bagian dataran dasar. Tanah tidak langsung terbawa terus menerus oleh air namun tertahan ditengah jalan oleh vegetasi-vegetasi. sehingga pada titik pengamatan toposekuen lapisan topsoil di bagian bawah melebihi lapisan topsoil dataran puncak. Maka nilai erosi dalam setiap ton/ha menunjukkan hasil minus. Erosi ini juga di pengaruhi oleh kemiringan lahan. Lahan dengan kemiringan yang tinggi juga menyebabkan tingkat erosi yang tinggi. sehingga jika tidak ada vegetasi yang menahannya maka lapisan itu akan teus larut dan menuju daerah yang datar kembali. Dalam hal ini keadaan vegetasi sangat dibutuhkan terutama pada dataran puncak, agar pada toposekuen lapisan topsoilnya yang mengandung bahan-bahan organic menjadi seimbang dengan datarn yang di bawahnya. Jangan dibiarkan keadaan lahan miring tanpa adanya vegetasi yang merata agar keseimbangan alam tetap terjaga. V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Keadaan lahan yang miring, sangat rentan terhadap terjadinya erosi. Telah terjadi erosi pada lahan ini. Namun, lebih desebabkan oleh faktor alam yaitu butiran-butiran air hujan yang jatuh ketanah dan melarutkan lapisan topsoil dataran puncak. Namu erosi ini langsung tertahan oleh toposekuen yang berada dibawahnya dengan keadaan vegetasi yang cukup rapat. Sehingga yang mengalami erosi yang tinggi aalah datran atas. Dalam setiap toposekuen perhitungan nilai besar erosi berbeda-beda, dipengaruhi oleh topografi lahan, vegetasi lahan. Semaikin kebawah maka vegetasi semakin rapat daripada dataran puncak, sehingga lapisan tanah terlarut bersama air menumpuk di toposekuen E. kemiringan lahan mempengaruhi besarnya erosi. Semakin miring keadaa lahan maka semakin besar erosi di lahan tersebut. Dari hasil perhitungan didapatkan besarnya erosi yang di hasilkan pada setiap toposekuen adalah Toposekuen A sebesar -4,2 ton/ha, Toposekuen sebesar - 2,1 ton/ha, toposekuen C sebesar - 2,1 ton/ha, Toposekuen D sebesar - 5,25 ton/ha dan Toposekuen E sebesar - 15,75 ton/ha. Nilai topsoil dataran puncak lebih sangat kecil di bandingkan toposekuen-toposekuen lahan. Sehingga nilainya minus. Nilai minus ini menunjukkan bahwa lapisan dataran puncak yang mengalami erosi terlarut menumpuk pada lapisan toposekuen selanjutnya. 2. Saran Pada lahan yang diamati sebaiknya diperbanyak tanaman penutup tanah pada dataran puncak agar lapisan topsoil tidak terlarut dan menumpuk di bawah. Sehingga kesuburannya tanah yang tidak seragam menjadi seragam. Agar alam selalu seimbang. Dan kita pun nyaman dengan kelestariannya. LATIHAN 1. Kenapa tanah top soil pada daratan puncak lereng degunakan sebagai pembanding kehilangan tanah akibat erosi terhadap tanah pada daerah berlereng? Bagaimana kalau daratan di bawah kaki lereng kita gunakan sebagai pembanding? Jawab: Top soil tanah pada dataran puncak lereng digunakan sebagai pembanding karena daerah tersebut datar dan berada diatas sehingga lapisan topsoilnya masih murni tanpa ada penumpukan topsoil yang terlarut dan terbawa bersama air dengan lahan yang cukup miring. Sedangkan pada dataran bawah lereng meskipun daerah tersebut datar namun pada daerah tersebut tejadi pengendapan lapisan topsoil tanah yang berisi butiran-butiran halus akibat erosi dari dataran atas. Sehingga lapisan topsoil datarn bawah tidak lagi lapisan topsoil sebenarnya. 2. Berdasarkan pertanyaan pada latihan no. 1. Bagaimana interpretasi anda jika selisihnya memberikan nilai positif (top soil lereng lebih besar dari daerah puncak) ? Jawab: Jika selishnya bernilai positif maka Erosi yang di terjadi pada lahan yang miring lebih besar daripada dataran puncak. Lapisan topsoil lereng mengalami erosi dan tidak ditahan oleh toposekuen-toposekuen dibawahnya. Lahan ini vegetasinya masih kurang. Karena ia tidak mampu menahan laju air hujan berisi larutan butiran-butiran tanah. DAFTAR PUSTAKA Brinker, R. C dan Wolf, Paul R. 1997. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Edisi ketujuh jilid 2. Jakarta: Erlangga. Kartasapoetra, dkk. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.Jakarta: Rineka Citra. M. Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi, Yogyakarta Saleh, Busri. 2010. Penuntun Praktikum Ilmu Konservasi Tanah dan Air. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

0 comments:

Posting Komentar